Ikuti Hatimu (Follow Your Heart)

Assalamualaikum Bunda Hebat,

Selamat sore, salam kenal saya Mina Megawati, panggilan akrabnya Mega. Seorang istri dan ibu dari dua buah hati yang saat ini berusia 10 tahun dan menjelang 4 tahun. 

Tulisan ini adalah artikel perdana saya di dunia blog. Blog ini akan menjadi representatif dari keseharian saya sebagai Ibu rumah tangga, penulis dan pemulia buku. Ketiganya adalah profesi baru saya setelah lama malang melintang di dunia hospitality.

Untuk tulisan perdana ini saya ingin sekali berbagi tentang perjalanan mengikuti kata hati. Wah, sore-sore begini ngobrolin tentang hati, pasti seru dan bikin kepo ya Bun. Sebelum mulai membaca jangan lupa sediakan teh dan cemilannya Bun supaya tambah semangat.



“Mengikuti kata hati.” Kedengarannya mudah dan klise ya, tapi apakah sudah sejalan dengan praktek sehari-hari? Apakah yang Bunda pilih sudah menjadi pilihan hati atau mungkin imbas dari himpitan kondisi sekitar?

Wah, sampai sini jangan bingung dulu ya Bun.

Apabila yang Bunda lakukan bukan mutlak pilihan hati, tidak berarti Bunda salah lho ya karena saya yakin setiap orang punya background atau latar berbeda yang memicu munculnya keputusan yang berbeda pula.

Ini sekelumit cerita saya ketika memilih mengikuti kata hati yang ternyata tak mudah, penuh gejolak karena memerlukan kesadaran dan penerimaan secara utuh.

***

Bismillahirrahmanirrahim…

Cerita ini berawal dari sebuah keputusan untuk berhenti bekerja, 2017 lalu.

Satu hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Setelah terbiasa bekerja selama belasan tahun, memiliki penghasilan, menjadi perempuan mandiri secara finansial, membuat diri begitu nyaman dan merasa aman.

Semuanya tiba-tiba berubah ketika diri dihadapkan pada pilihan rumit, anak-anak membutuhkan kehadiran Ibunya lebih dari siapapun atau apapun di sekitarnya.

Ketika si sulung sakit, dia butuh saya untuk menemaninya di Rumah Sakit. Dua minggu berselang giliran si bungsu yang minta ditemani di rumah sakit selama beberapa hari. Sakit beruntun dalam kurun waktu kurang dari 30 hari sempat membuat diri berfikir apa ada yang salah denganku. Awalnya masih berfikir “It’s fine,” semua baik-baik saja mereka hanya sakit, kemudian membaik dan keadaan akan kembali seperti semula.

Tapi ternyata yang terjadi tidak se-simple itu, ada rasa di dalam hati yang memberontak minta didengarkan. Meraung karena selama ini seperti ‘tidur’ tidak ada perlawanan. Mungkin terdengar sedikit lebay ya bun, namun nyata menyentil perasaan saya sebagai seorang Ibu.

Saat itu, anak-anak seperti memberi signal alami meminta Ibunya ada di sekitar mereka lebih lama tanpa embel-embel apapun hanya ingin Ibunya membersamai hari-hari.

Agustus 2017 menjadi bukti keberanian diri untuk memilih mengikuti kata hati dengan berhenti bekerja demi keluarga kecil di rumah.
Pada minggu-minggu pertama semua terasa seperti libur panjang, weekend di sepanjang hari. Perasaan senang, persis seperti khayalan indah yang terbayang sebelumnya. Berada di rumah penuh waktu bersama anak-anak, melihat aktifitas mereka sepanjang hari.

Beberapa pekan berlalu, rutinitas monoton, suasana yang itu-itu saja mendorong munculnya rasa bosan, jenuh, dan sepi. Hari-hari yang biasanya sibuk dengan berbagai macam aktivitas khas kantoran, lingkungan pergaulan yang solid, prestige sebagai karyawan di perusahaan ber-lable international kini berubah menjadi kegiatan domestik khas rumahan. Orang Jawa bilang kegiatan perempuan itu seputar kasur, sumur, dapur.

Leher seperti tercekik racun kebosanan. Bahagia bersama anak bercampur dengan rasa haus aktualisasi diri yang biasa terpenuhi sehari-harinya.

Sungguh masa yang sulit, menyedot banyak energi, meminta kewarasan penuh agar emosi negatif tak mengacaukan seisi rumah.
Tahun pertama menjadi masa yang tidak pernah terlupakan. Rentang bagaimana diri bisa jatuh cinta dengan satu kegiatan healing yang mereka sebut-sebut sebagai kegiatan menulis. Kegiatan yang sama sekali tak pernah dibayangkan, yang membuka diri kepada wawasan baru, pergaulan baru dan mendapat banyak manfaat di dalamnya.

Rasa haus akan identitas diri perlahan terpenuhi. Dari perjalanan itu lahirlah dua buku solo. Yang pertama berjudul “Bunda, Yuk Resign Tanpa Ragu.” Disusul solo kedua “Dari High Heels ke Sendal Jepit.” Tepat setelah setahun berselang di akhir tahun 2019.


Dua buku yang menemani proses healing diri hingga ke titik sekarang saya menulis di blog ini.

Semoga banyak manfaat yang bisa saya bagikan bagimu, bagi kita semua para pejuang keluarga.

***

4 komentar:

D mengatakan...

Kedua judul buku itu sangat saya rekomendasikan untuk dibaxa 💜

Ira Novitasari mengatakan...

❤❤❤

Ira Novitasari mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
erlina mengatakan...

aku baru baca judulnya, langsung jleb. PR banyak orang soalnya

Postingan Populer

Cari Blog Ini