Perjalanan Menulis : Dari High Heels ke Sendal Jepit



Foto bersama Istri Gubernur Bali, Ibu Putri Suastini Koster

Judul Buku ; Dari High Heels ke Sendal Jepit

Penulis : Mina Megawati

Editor & Ilustrasi Cover + Isi : Dian Hadiani

Penerbit : CV. Lit Hidup, Bali

Design Grafis : Retno Utami

ISBN : 978-602-73104-3-8

Cetakan I : 2019

 

***


Assalamualaikum Bunda Hebat…

Masih ngobrolin seputar buku, tapi bedanya buku ini adalah karya saya sendiri, Bun. Buku solo ke-2 yang terbit pada bulan November 2019. Sedikit sharing tentang kegiatan tulis menulis yang saya mulai sekitar tiga tahun lalu tepatnya di bulan November 2017. Awalnya dari coba-coba menulis artikel pendek, kemudian meningkat ke antologi setelah itu barulah mulai mencoba menulis buku solo pertama di tahun 2018. Genre tulisan saya ke arah nonfiksi dan faksi (gabungan nonfiksi dan fiksi).

Bagi saya pribadi, menulis itu ibarat proses berjalannya seorang anak balita. Diawali dengan tahap merangkak, kali pertama menjejak tubuh ke tanah, setelah merasa cukup kuat dan berani, barulah mencoba berdiri walaupun tertatih. Jatuh, bangkit lagi, jatuh, lalu bangkit lagi. Seperti halnya menulis, awal membuat artikel, bejibaku dari merangkai kata menjadi kalimat, kalimat ke paragraph, hingga paragraph menjadi bab demi bab.

Satu proses yang syarat dengan ketekunan dan kerja keras. Tekun saat berkelindan dengan susunan kata-kata, pemilihan diksi yang konon bisa mematik rasa ‘wah’ pembaca. Betapa salut dengan penulis cerpen atau novel yang begitu tekun merajut cerita dari puluhan, ratusan hingga puluhan ribu kata.

Apalagi yang menulis adalah perempuan dengan status sebagai istri dan ibu, tentulah harus lebih cermat dalam membagi waktu mengurus keluarga dan menulis itu sendiri. Seperti yang saya lakukan dalam proses 60 hari menulis tanpa henti. Satu fase yang sangat menguras tenaga, pikiran, tapi diakhiri dengan rasa puas tak terkira ketika kata tamat berhasil dicapai.


Dari High Heels ke Sendal Jepit


Selama masa menulis naskah, ada lima tingkat kesulitan yang masih terekam jelas dalam ingatan :

Mengatur Waktu dan Ritme Menulis

Saat proses menulis berlangsung dari bulan Mei hingga pertengahan Juli, anak kedua saya sedang hobi jalan di usianya yang hampir memasuki usia tiga tahun. Tentu saya harus ada untuk menemaninya berputar-putar di kompleks perumahan demi memuaskan keinginannya untuk bermain.

Hal itu yang membuat saya harus mensiasati waktu menulis dari siang ke malam atau dini hari (menunggu saat anak-anak tidur). Tak jarang saya pun ikut tertidur karena kelelahan J

Tapi, Komitmen tetaplah komitmen, sekali memutuskan untuk menyelesaikan maka usahakan sekuat tenaga untuk tidak delay terlalu lama. Selain mengundang rasa malas, kebiasaan menunda akan membuat tulisan tak selesai dan menggantung.

Menjaga Kestabilan Emosi

Emosi yang tidak terkendali sering disebabkan karena kelelahan fisik dan pikiran. Itu pula yang mendorong naik turunnya mood secara fluktuatif.

Kalau begitu kondisinya, bagaimana tulisan dapat selesai tepat waktu?

Istirahat yang cukup, ambil kesempatan untuk tidur-tidur ayam saat si kecil tidur di siang hari. Ingat ya bun, waktu luang seperti itu dipakai untuk istirahat bukannya main hape, hehehe.

 

Memutar Kembali Memori Masa Lalu

Menceritakan tentang masa lalu, berarti membuka kembali kenangan yang sudah berlalu atau mungkin sudah dipilih untuk dibenamkan dalam-dalam dan tak mau diingat lagi.

Ada rasa sesak di hati kala harus mengingat kembali masa perjuangan menemukan jati diri demi menggapai kehidupan yang lebih baik juga untuk sebuah kata layak.


Interview Narasumber

Buku ini juga dilengkapi oleh delapan kisah perempuan dengan kondisi menghadapi pilihan yang sama. Memilih menjadi ibu dan meninggalkan karir mereka lalu mengganti dengan pekerjaan lain yang bisa dikerjakan sembari mengurus anak di rumah.

Menggali informasi pribadi dari delapan perempuan memiliki tingkat kesulitan tersendiri mengingat perbedaan karakter dan keterbatasan waktu temu.

Sesi interview lebih banyak terjadi melalui pesan whatsapp sehingga penulis perlu melakukan pengecekan ulang agar tidak ada inti cerita yang keliru.


Dealing dengan Editor

Setiap penulis tentu punya idealismenya sendiri. Ada bagian dari tulisan yang kita rasa begitu penting, tidak bisa dilepaskan dari satu kesatuan cerita. Di sisi lain, seorang editor adalah seorang pembaca yang tak mau tahu bagaimana idelisme penulis. Mereka hanya menginginkan mendapat sebuah bacaan yang utuh dan berkesan.

Fase yang begitu sulit saya lalui, karena menghilangkan bagian-bagian yang dirasa tak perlu seperti menguliti diri (sedikit di dramatisir J).

Masa itu mengingatkan saya dengan sebuah judul film berjudul Genius. Sebuah film yang menggambarkan hubungan seorang penulis dengan editornya. Awal hubungan mereka tampak buruk, banyak moment menegangkan, saling ngotot tak mau dibantah, masing-masing merasa diksinya yang paling tepat. Akhirnya Tom, si penulis yang diperankan oleh Jude Law dan sang editor Max Perkins oleh Colin Firth bermuara dalam satu kata perdamaian. Tom mulai memahami maksud dan tujuan Max bukan untuk menghancurkan tulisannya namun meramu kembali menjadi satu kesatuan yang apik. Jadilah mereka partner abadi di sisa hidup mereka.

Seperti itulah hubungan saya dengan ibu Dian Hadiani selaku mentor dan editor. Idealisme yang ingin dimenangkan akhirnya mengalah dan membaur jadi kesatuan yang membuat tulisan lebih baik, utuh dan ramah baca.

Fase sulit itu mengajarkan saya bahwa benar tak ada sesuatu yang instan. Setiap hal sekecil apapun tetap harus melewati proses. Semua itu akan membuat kita menghargai hasil yang di dapat sekecil apapun itu.

Proses mengajari kita tentang pentingnya komitmen dan konsistensi. Setiap dari kita tentu menikmati hasil yang baik, tapi apakah siap kala harus bejibaku dengan sebuah kata proses?


Launching Buku Dari High Heels ke Sendal Jepit


Launching Buku Dari High Heels ke Sendal Jepit bersama Ibu Putri Suastini Koster


Sabtu, 1 Februari 2020 bertempat di Museum Becak (Losari Hotel) kemudian menjadi hari penting keempat setelah momen pernikahan, melahirkan dan wisuda.

Hari launching buku solo kedua yang juga dihadiri oleh Istri Gubernur Bali, Ibu Putu Putri Suastini Koster.

“Tolong cubit tangan saya,” pinta saya pada adik yang duduk bersisihan di depan jajaran kursi para tamu.

“Saya nggak lagi mimpi kan, Dik?” tanya saya lagi.

Bagaimana tidak, hari itu saya akan bertemu langsung dengan Istri Gubernur di acara peluncuran buku saya.

Ah! Apalah saya yang hanya remah rengginang. Bukan maksud merendahkan diri sendiri, tapi hanya teringat apa yang sudah diri ini lakukan sampai seorang istri kepala daerah bersedia hadir.

Bagi yang sudah mengenal sosok beliau pasti tahu kalau beliau adalah seorang pegiat literasi yang ulet. Banyak kegiatan untuk memajukan literasi yang sudah beliau lakukan di Bali. Ibu Koster amat menyukai puisi, karena dibesarkan di lingkungan yang menggeluti seni teater.

Dukungan beliau terhadap pegiat literasi di Bali patut diacungi jempol. Kehadiran beliau dan beberapa sahabat literasi lainnya seperti Ibu Dina selaku ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Bali, teman-teman dai berbagai komunitas juga dari Lit Writing Club dan rekan-rekan media, semakin mematik semangat saya untuk terus menulis sampai kapan pun dengan media apa pun.

Video launching dapat dilihat di sini

***


Dokumentasi Digital Tim Komunikasi Gubernur Bali


Seorang penulis harus menemukan satu alasan kuat yang dapat mematik semangat menulisnya. Jika tidak, pena itu akan berhenti dan tintanya akan mengering tergerus waktu.

-      Mina Megawati -

11 komentar:

Djayanti Nakhla Andonesi mengatakan...

Waaah keren banget mbak, barokallah ya atas launching buku solonya, semoga makin sukses menulis nya 😍
Bisa kebayang betapa bahagianya dihadiri oleh bujabat saat momen berharga pelaunchingan bukunya mbak 😍
Sekali lagi, selamat ya mbak 😊

Mega mengatakan...

Makasih Mba Djayanti..
Masih kayak mimpi mbaaa, ndak mau bangunπŸ˜…
Semoga jadi semangat untuk tetep nulisπŸ˜‡πŸ˜πŸ€©

tari mengatakan...

tau bangetlah rasanya manage waktu utk urusan nulis. aku bahkan gak berani ngasih tips ke org2 yg nanya krn sendirinya sering kacau. mudah2an semangatnya nular, sdh lama aku gak nulis buku

Finaira Kara mengatakan...

Menerbitkan buku it emang mimpi, ya, tinggal gimana kita aja mulai mewujudkannya. Pasti ada proses berdarahnya, lelahnya. Tapi kalau pas bukunya udah jadi, rasanya senang bukan main. Barakallah atas buku barunya, Mbak. Semoga semangatnya menular kepadaku yang lagi mencoba memupuk semangat nulis.

Nufazee mengatakan...

Selamat ya Mb atas kelahiran buku barunya, masyaAllah 😍 wah menantang banget emang berkarya ditengah kesibukan sebagai Ibu dan Istri, aku jadi semangat juga nih

Triana Dewi mengatakan...

Wah kereen mbaak selamat yaa jadi pinisirin sama bukunya deehh... semoga bisa jadi pegiat literasi yang keren di Baki ya mbaakk..

Milda Ini mengatakan...

Penasaran pengen baca bukunya. Selamat ya Mba. Ditunggu karya selanjutnya ya. Mantap nih orang Bali

Sultan mengatakan...

Pencapaian luar biasa. Penasaran dengan isi bukunya. Kalau mau pesan ke mana Mba?

Antung apriana mengatakan...

Wah selamat ya, mbak atas peluncuran bukunya. Pastinya kalau mau bikin buku ini kita harus benar-benar disiplin ya, mbak biar tercapai targetnya

kokonata mengatakan...

Alhamdulillah. Selamat atas terbitnya buku solo Mega. Zaman now sudah mulai sulit untuk mengadakan peluncuran buku kalau bukan dari penulis best seller atau naskah terpikih, atau biaya sendiri πŸ˜…. Bikin iri penulis lain nih. Tapi iri yg baik ini

Naqiyyah Syam mengatakan...

Selamat ya mbk sudah menerbitkan buku, senang sekali dengan prestasinya, semoga makin banyak menerbitkan buku lainnya

Postingan Populer

Cari Blog Ini